Pernikahan Dalam Islam
Azzamki Radian (Mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam IAIN Salatiga)
Di dalam agama Islam sebuah pernikahan merupakan suatu amal yang sangat dianjurkan. Karena merlihat dari sisi biologi sendiri, manusia memang sangat membutuhkan pernikahan sebagi pemenuhan kebutuhan biologis setiap manusia. Selain itu pernikahan juga dibutuhkan untuk membangun sebuah keluarga dan membuat keturunan. Bahkan menurut salah seorang tokoh filusuf Jerman yang menggagas sebuah teori psikolanalisa, yaitu Sigmund Freud mengatakan bahwa ketika manusia memiliki psikis yang normal, maka kebutuhan utama dalam hidupnya adalah hubungan seks. Tidak salah jika agama Islam sangat menganjurkan umatnya untuk melakukan sebuah pernikahan.
Nikah atau kawin secara bahasa memiliki arti bersetubuh atau melakukan hubungan seks. Sedangkan ulama fikih mendefinisikan nikah di dalam kitab ala madzahibul arba’ah adalah suatu akan yang memperbolehkan wathi’ (bersetubuh) dengan menggunakan lafadz nikah, azwaj, atau yang satu makna dengan kata tersebut. Beberapa orang berpendapat bahwa nikah dan kawin adalah perkara yang sama. Tetapi beberapa yang lain berpendapat berbeda. Perbedaan itu terletak pada suatu hubungan keluarga yang tercipta, jika kawin itu suatu hubungan seks yang tidak dapat dipastikan sudah melalui pernikahan, maka hewan pun bisa dikategorikan sebagai makhluk yang melakukan perkawinan di dalam hidupnya. Tetapi nikah itu berbeda, nikah merupakan suatu hubungan yang memperbolehkan melakukan seks dan membentuk sebuah kesepakatan, tanggungjawab, dan keluarga. Maka dari sini hewan tidak bisa dikatakan sebagai makhluk yang melakukan pernikahan.
Ada beberapa tujuan dalam pernikahan yang sudah seharusnya dicapai oleh seorang yang melakukan pernikahan. Tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
- Melaksanakan anjuran Nabi Muhammad SAW
- Membantu Nabi dalam memperbanyak umat, dengan cara memperbanyak keturunan
- Menjaga kemaluan dan kemaluan pasangannya, menundukkan pandangan dan pandangan pasangannya.
Pernikahan sudah diperintahkan Allah pada Q.S An-Nur ayat 32 dan hadits Nabi. Tetapi dalam menentukan hukum awal pernikahan para ulama sepakat bahwa hukum pernikahan adalah sunnah muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan). Tetapi hukum pernikahan bisa berubah sesuai dengan sebab-sebab yang melatarbelakanginya, adalah sebagai berikut:
- Wajib, bagi orang yang telah mampu yang akan menambah takwa, nafsunya telah mendesak dan takut terjerumus ke dalam perzinaan, maka ia wajib menikah. Karena menjauhkan diri dari perbuatan haram adalah wajib
- Sunnah, bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan mampu menikah, tetapi masih dapat menahan dirinya dari perbuatan zina, maka sunnah baginya menikah. Nikah baginya lebih utama daripada berteku diri beribadah.
- Haram, bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah batin dan lahirnya kepada istri serta nafsunya pun tidak mendesak, maka ia haram menikah.
- Makruh, makruh menikah bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak mampu memberi belanja kepada istrinya. Walaupun tidak merugikan istri, karena ia kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat yang kuat.
- Mubah, bagi orang yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mengharamkan untuk menikah, maka nikah hukumnya mubah baginya
Sedangkan syarat pernikahan ada 6, adalah sebagai berikut:
- Adanya calon suami dan calon istri yang akan melakukan perkawinan
- Adanya wali dari pihak calon pengantin perempuan
- Adanya dua orang saksi
- Sighat akad nikah, yaitu ijab qabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita dan dijawab oleh calon suami.
- Calon mempelai perempuannya halal dikawin oleh laki-laki yang ingin menjadikannya istri.
- Akad nikahnya dihadiri oleh para saksi.